* LUPA
TANPA FASILITAS *
Penulis
Drs. H. Ahmad Fauzi, M.Si
(Dosen STAI Syekh H. Abdul Halim Hasan Al Ishlahiyah Binjai)
Pendahuluan
Menurut Psikologi, Lupa adalah suatu kemampuan
jiwa yang tidak sanggup lagi mereproduksi apa yang telah pernah dikuasai. Lupa
adalah merupakan sifat manusia, setiap manusia pasti pernah lupa, apabila
manusia tidak pernah lupa maka ia akan sengsara karena akan teringat terus
peristiwa-peristiwa yang menyedihkan dan menakutkan.
“Salah dan lupa adalah dua sifat manusia” ﺍﻠﺨﻁﺎﺀ ﻭﺍﻠﻨﺴﻴﺎﻥ ﺴﻔﺘﺎﻨﻰ ﻟﻼ ﻨﺴﺎ ﻥ
Namun manusia dapat berikhtiar untuk memelihara
ingatan supaya tidak menjadi lupa terus menerus.
Dalam pengertian agama, perbuatan salah karena
lupa tidak mendapat sangsi, tetapi tidak semua lupa dapat dimaafkan. Ternyata
dalam beberapa hal Allah Swt tidak memberi fasilitas rukhsah bagi orang-orang
yang lupa.
Lupa yang diharamakan.
Ada beberapa lupa yang dilarang atau
diharamkan oleh Allah Swt, diantaranya :
Pertama : Kita diharamkan atau dilarang Allah melupakan
keadaan diri kita sendiri.
Semua muslim diwajibkan untuk selalu berupaya
memperbaiki pribadi masing-masing, terutama hal yang berhubungan dengan
pengamalan ajaran agama, memperbaiki kualitas keimanan dan ibadah sampai kita
dipanggil oleh Allah SWT untuk meninggalkan dunia yang fana ini. Inilah mungkin
yang diisyaratkan Rasulullah Agar kita terus menuntut Ilmu dan belajar sampai kita
meninggal dunia. Dalam hal Iman dan Ibadah prinsip seorang muslim adalah
berupaya agar hari ini harus lebih berkualitas dari hari kemarin dan hari esok
harus lebih baik dari hari ini.
Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 4
diterangkan :
Artinya : “Apakah pantas kamu menyuruh orang lain berlaku baik, sedangkan
kamu melupakan (kewajiban) dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab Allah.
Apakah kamu tidak berakal ?”
Ayat
di atas adalah merupakan sindiran tajam dan pedas pada diri kita masing-masing
terutama orang-orang yang memegang peran sebagai pemimpin, pendakwah serta
pendidik.
Fenomena
saat ini telah memberi fakta yang cukup jelas, ternyata sangat banyak manusia
sekarang yang dimaksud oleh ayat di atas. Banyak pemimpin-pemimpin kita yang
dipenjara hari ini karena Korupsi, padahal dahulunya adalah orang-orang yang
berdiri paling depan meneriakkan anti korupsi. Kita semua anti korupsi, tetapi
kita biarkan bibit korupsi berseliweran di depan kita pada saat Pemilu kemarin,
dan bahkan mungkin kita juga menjadi pelakunya, ikut menyuburkan bibit-bibit
korupsi tersebut di tengah masyarakat, padahal kita semua tahu hukumnya sudah
cukup jelas.
Kita
selalu berteriak bahwa Islam itu Rahmatan Lil Alamin, tetapi kita belum mampu mengaplikasikannya
kepada diri kita dan keluarga kita, juga belum mampu menunjukkan itu kepada
ummat lain. kita selalu mengatakan kepada siswa/mahasiswa kita bahwa disiplin milik
kita, miliknya ummat Islam, tetapi kita sendiri selalu tidak disiplin,inilah
yang namanya lupa pada diri sendiri.
Dalam ayat (Al-Maidah : 105) Allah memperingatkan kita :
Artinya : “Jagalah dirimu sendiri karena orang lain tidak akan memberi
mudharat jika kamu berjalan di atas jalan Allah”
Kedua : Kita dilarang melupakan nasib atau
kebahagiaan kita di dunia ini.
Setiap
muslim diwajibkan untuk mencari kebahagiaan di akhirat, tetapi harus lebih
dahulu mencapai kebahagiaan, kebaikan di dunia ini.
Dalam surat Al-Qashas ayat 77 Allah
menjelaskan
Artinya : “Carilah kebahagiaanmu di Akhirat, dan janganlah kamu melupakan
kebahagiaan di dunia ini”
melalui ayat di atas Allah Swt menjelaskan bahwa
peran kita di dunia ini tidak hanya dianjurkan untuk mencari kebahagiaan di akhirat saja, tetapi kita tidak
boleh melupakan kebahagiaan di dunia ini.
Untuk
mewujudkan kebahagiaan di dunia ini tentu harus berupaya dengan
sungguh-sungguh. Kalau kebahagiaan di dunia diukur dengan tersedianya
fasilitas-fasilitas hidup yang serba mudah dan menyenangkan, kita dianjurkan
untuk berusaha mencarinya, namun rambu-rambu dari Allah akan selalu ada di
depan kita, kita tidak boleh lupa dengan aturan-aturan Allah untuk mendapatkan
fasilitas tersebut. Kalau kita merasa bahwa menjadi seorang pemimpin adalah
bagian dari mendapatkan fasilitas kehidupan yang membahagiakan, maka jalan
untuk menjadi pemimpin harus steril dari larangan Allah. Kita ingin menjadi
Anggota Dewan Terhormat harus menghindari masalah politik transaksional. Kalau
itu terjadi maka kebahagiaan di dunia ini tidak akan berbuah kebahagiaan
akhirat.
Ingat
dunia ini tempat menanam, akhirat tempat mengetam, ketika tanaman kita tumbuh
dengan subur indah dipandang mata, hati kita bahagia, setelah panen/mengetam
kita bahagia lagi memperoleh hasil yang memuaskan.
Ketiga : Kita dilarang melupakan kebaikan orang lain.
Kita
sadar betul bahwa tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang sempurna.
Sebagai makhluk sosial tidak akan sempurna pekerjaan kita tanpa bantuan orang
lain. Tanpa bantuan saudara-saudara kita, kita ini tidak lebih dari sekedar
pelengkap orang lain.
Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat
237 :
Artinya : “dan janganlah kamu melupakan keutamaan di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan”
Saudara, banyak contoh yang dapat kita jadikan
pelajaran ketika seseorang melupakan kebaikan atau jasa orang lain.
Penguasa
yang melupakan rakyatnya akan jatuh tanpa kehormatan. Anggota legislatif yang
melupakan konstituennya tidak akan terpilih kembali, dan akan ditinggalkan
masyarakat. Ummat yang melupakan para ulama akan kehilangan pedoman.
Syukur,
Islam telah membimbing kita, mewajibkan kepada kita agar selalu menghargai jasa
orang lain terutama jasa para fuqara’, orang-orang yang lemah karena berdirinya
Negara kita ini bukan hanya perjuangan para pahlawan tetapi juga adalah karena
do’a-nya orang-orang yang lemah.
Keempat : Kita dilarang (diharamkan) melupakan
kesalahan sendiri.
Sebuah
kebiasaan yang selalu muncul dalam hidup ini adalah selalu menuduh orang lain
saja yang salah, selalu kesalahan orang lain saja yang terlihat, sementara kita
selalu merasa tidak pernah bersalah, bak kata pepatah : “Semut di seberang
lautan nampak Gajah dipelupuk mata tidak nampak”.
Dalam Al-Qur’an surat As-Sajadah ayat 22
dijelaskan :
Arinya : “Tidak ada yang lebih aniaya daripada orang-orang yang telah
diperingatkan dengan ayat-ayat Allah, lalu ia berpaling daripadanya, dan dia
tidak mengindahkannya. Sungguh kami akan menghukum orang-orang yang berdosa”
Pengertian dari “dan ia tidak mengindahkannya”
adalah orang-orang yang melupakan perbuatan kesalahan yang diperbuatnya. Ini
merupakan awal dari kebinasaan seseorang.
Oleh karena itu kita harus selalu merenung
kesalahan-kesalahan kita yang sudah terlanjur dilakukan. Ketika kita menyadari
kesalahan-kesalahan tersebut pasti akan muncul upaya untuk bertobat, minta
ampun, atau minta maaf. Mumpung waktu masih ada tiada kamus terlambat untuk
bertobat dan mohon ampun.
Yakinlah, sungguhpun sangat besar kesalahan
yang pernah kita lakukan, bila kita sadar merasa salah, ada kemauan untuk
memperbaiki pasti ada harapan untuk menjadi baik. Tetapi bila sebaiknya, selalu
merasa tidak salah, gengsi dengan kesalahan, maka sikap ini akan menghambat
perbaikan diri pribadi.
Akhirnya tertutuplah baginya hidayah dari
Allah Na’uzubillahi minzallik.
Penutup
Sungguhpun lupa merupaka sesuatu yang
manusiawi, lupa selalu dimaklumkan oleh manusia dan oleh Tuhan tetapi kita
tidak pantas untuk lupa terhadap kesadaran diri kita sendiri, lupa terhadap
nasib kita di dunia ini, lupa terhadap kebaikan orang lain dan lupa terhadap
kesalahan kita sendiri. Dan yang paling konyol adalah pura-pura lupa terhadap
hukum Allah sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Wallahu a’lam bil ashshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar