Rabu, 25 Februari 2015

* LUPA TANPA FASILITAS * Penulis Drs. H. Ahmad Fauzi, M.Si


 * LUPA TANPA FASILITAS *
Penulis
Drs. H. Ahmad Fauzi, M.Si
(Dosen STAI Syekh H. Abdul Halim Hasan Al Ishlahiyah Binjai)
Pendahuluan
Menurut Psikologi, Lupa adalah suatu kemampuan jiwa yang tidak sanggup lagi mereproduksi apa yang telah pernah dikuasai. Lupa adalah merupakan sifat manusia, setiap manusia pasti pernah lupa, apabila manusia tidak pernah lupa maka ia akan sengsara karena akan teringat terus peristiwa-peristiwa yang menyedihkan dan menakutkan.

“Salah dan lupa adalah dua sifat manusia”   ﺍﻠﺨﻁﺎﺀ ﻭﺍﻠﻨﺴﻴﺎﻥ ﺴﻔﺘﺎﻨﻰ ﻟﻼ ﻨﺴﺎ ﻥ

Namun manusia dapat berikhtiar untuk memelihara ingatan supaya tidak menjadi lupa terus menerus.
           
Dalam pengertian agama, perbuatan salah karena lupa tidak mendapat sangsi, tetapi tidak semua lupa dapat dimaafkan. Ternyata dalam beberapa hal Allah Swt tidak memberi fasilitas rukhsah bagi orang-orang yang lupa.

Lupa yang diharamakan.
Ada beberapa lupa yang dilarang atau diharamkan oleh Allah Swt, diantaranya :

Pertama : Kita diharamkan atau dilarang Allah melupakan keadaan diri kita sendiri.

Semua muslim diwajibkan untuk selalu berupaya memperbaiki pribadi masing-masing, terutama hal yang berhubungan dengan pengamalan ajaran agama, memperbaiki kualitas keimanan dan ibadah sampai kita dipanggil oleh Allah SWT untuk meninggalkan dunia yang fana ini. Inilah mungkin yang diisyaratkan Rasulullah Agar kita terus menuntut Ilmu dan belajar sampai kita meninggal dunia. Dalam hal Iman dan Ibadah prinsip seorang muslim adalah berupaya agar hari ini harus lebih berkualitas dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.

Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 4 diterangkan :
Artinya : “Apakah pantas kamu menyuruh orang lain berlaku baik, sedangkan kamu melupakan (kewajiban) dirimu sendiri, padahal kamu membaca kitab Allah. Apakah kamu tidak berakal ?”

            Ayat di atas adalah merupakan sindiran tajam dan pedas pada diri kita masing-masing terutama orang-orang yang memegang peran sebagai pemimpin, pendakwah serta pendidik.
            Fenomena saat ini telah memberi fakta yang cukup jelas, ternyata sangat banyak manusia sekarang yang dimaksud oleh ayat di atas. Banyak pemimpin-pemimpin kita yang dipenjara hari ini karena Korupsi, padahal dahulunya adalah orang-orang yang berdiri paling depan meneriakkan anti korupsi. Kita semua anti korupsi, tetapi kita biarkan bibit korupsi berseliweran di depan kita pada saat Pemilu kemarin, dan bahkan mungkin kita juga menjadi pelakunya, ikut menyuburkan bibit-bibit korupsi tersebut di tengah masyarakat, padahal kita semua tahu hukumnya sudah cukup jelas.

            Kita selalu berteriak bahwa Islam itu Rahmatan Lil Alamin, tetapi kita belum mampu mengaplikasikannya kepada diri kita dan keluarga kita, juga belum mampu menunjukkan itu kepada ummat lain. kita selalu mengatakan kepada siswa/mahasiswa kita bahwa disiplin milik kita, miliknya ummat Islam, tetapi kita sendiri selalu tidak disiplin,inilah yang namanya lupa pada diri sendiri.

Dalam ayat (Al-Maidah : 105) Allah memperingatkan kita :
Artinya : “Jagalah dirimu sendiri karena orang lain tidak akan memberi mudharat jika kamu berjalan di atas jalan Allah” 

Kedua : Kita dilarang melupakan nasib atau kebahagiaan kita di dunia ini.

            Setiap muslim diwajibkan untuk mencari kebahagiaan di akhirat, tetapi harus lebih dahulu mencapai kebahagiaan, kebaikan di dunia ini.

Dalam surat Al-Qashas ayat 77 Allah menjelaskan
Artinya : “Carilah kebahagiaanmu di Akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan di dunia ini”

melalui ayat di atas Allah Swt menjelaskan bahwa peran kita di dunia ini tidak hanya dianjurkan untuk mencari  kebahagiaan di akhirat saja, tetapi kita tidak boleh melupakan kebahagiaan di dunia ini.
            Untuk mewujudkan kebahagiaan di dunia ini tentu harus berupaya dengan sungguh-sungguh. Kalau kebahagiaan di dunia diukur dengan tersedianya fasilitas-fasilitas hidup yang serba mudah dan menyenangkan, kita dianjurkan untuk berusaha mencarinya, namun rambu-rambu dari Allah akan selalu ada di depan kita, kita tidak boleh lupa dengan aturan-aturan Allah untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Kalau kita merasa bahwa menjadi seorang pemimpin adalah bagian dari mendapatkan fasilitas kehidupan yang membahagiakan, maka jalan untuk menjadi pemimpin harus steril dari larangan Allah. Kita ingin menjadi Anggota Dewan Terhormat harus menghindari masalah politik transaksional. Kalau itu terjadi maka kebahagiaan di dunia ini tidak akan berbuah kebahagiaan akhirat.
            Ingat dunia ini tempat menanam, akhirat tempat mengetam, ketika tanaman kita tumbuh dengan subur indah dipandang mata, hati kita bahagia, setelah panen/mengetam kita bahagia lagi memperoleh hasil yang memuaskan.

Ketiga : Kita dilarang melupakan kebaikan orang lain.
            Kita sadar betul bahwa tiada gading yang tak retak, tiada manusia yang sempurna. Sebagai makhluk sosial tidak akan sempurna pekerjaan kita tanpa bantuan orang lain. Tanpa bantuan saudara-saudara kita, kita ini tidak lebih dari sekedar pelengkap orang lain.

Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 237 :
Artinya : “dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan”

Saudara, banyak contoh yang dapat kita jadikan pelajaran ketika seseorang melupakan kebaikan atau jasa orang lain.

            Penguasa yang melupakan rakyatnya akan jatuh tanpa kehormatan. Anggota legislatif yang melupakan konstituennya tidak akan terpilih kembali, dan akan ditinggalkan masyarakat. Ummat yang melupakan para ulama akan kehilangan pedoman.

            Syukur, Islam telah membimbing kita, mewajibkan kepada kita agar selalu menghargai jasa orang lain terutama jasa para fuqara’, orang-orang yang lemah karena berdirinya Negara kita ini bukan hanya perjuangan para pahlawan tetapi juga adalah karena do’a-nya orang-orang yang lemah.

Keempat : Kita dilarang (diharamkan) melupakan kesalahan sendiri.
            Sebuah kebiasaan yang selalu muncul dalam hidup ini adalah selalu menuduh orang lain saja yang salah, selalu kesalahan orang lain saja yang terlihat, sementara kita selalu merasa tidak pernah bersalah, bak kata pepatah : “Semut di seberang lautan nampak Gajah dipelupuk mata tidak nampak”.

Dalam Al-Qur’an surat As-Sajadah ayat 22 dijelaskan :
Arinya : “Tidak ada yang lebih aniaya daripada orang-orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Allah, lalu ia berpaling daripadanya, dan dia tidak mengindahkannya. Sungguh kami akan menghukum orang-orang yang berdosa”

Pengertian dari “dan ia tidak mengindahkannya” adalah orang-orang yang melupakan perbuatan kesalahan yang diperbuatnya. Ini merupakan awal dari kebinasaan seseorang.

Oleh karena itu kita harus selalu merenung kesalahan-kesalahan kita yang sudah terlanjur dilakukan. Ketika kita menyadari kesalahan-kesalahan tersebut pasti akan muncul upaya untuk bertobat, minta ampun, atau minta maaf. Mumpung waktu masih ada tiada kamus terlambat untuk bertobat dan mohon ampun.

Yakinlah, sungguhpun sangat besar kesalahan yang pernah kita lakukan, bila kita sadar merasa salah, ada kemauan untuk memperbaiki pasti ada harapan untuk menjadi baik. Tetapi bila sebaiknya, selalu merasa tidak salah, gengsi dengan kesalahan, maka sikap ini akan menghambat perbaikan diri pribadi. 
Akhirnya tertutuplah baginya hidayah dari Allah Na’uzubillahi minzallik.
Penutup

Sungguhpun lupa merupaka sesuatu yang manusiawi, lupa selalu dimaklumkan oleh manusia dan oleh Tuhan tetapi kita tidak pantas untuk lupa terhadap kesadaran diri kita sendiri, lupa terhadap nasib kita di dunia ini, lupa terhadap kebaikan orang lain dan lupa terhadap kesalahan kita sendiri. Dan yang paling konyol adalah pura-pura lupa terhadap hukum Allah sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Wallahu a’lam bil ashshawab.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar